PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN
2005
TENTANG
STANDAR NASIONAL
PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
|
:
|
Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 35
ayat (4), Pasal 36 ayat (4), Pasal 37 ayat (3), Pasal 42 ayat (3), Pasal 43
ayat (2), Pasal 59 ayat (3), Pasal 60 ayat (4), dan Pasal 61 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan;
|
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indone-sia Tahun 1945;
|
2.
|
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
|
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR NASIONAL
PENDIDIKAN
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan
:
1.
|
Standar nasional pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik
|
2.
|
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
|
3.
|
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di
luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang.
|
4.
|
Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
|
5.
|
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
|
6.
|
Standar proses adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan pelak-sanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan
untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
|
7.
|
Standar pendidikan dan tenaga kependidikan adalah
kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan
dalam jabatan.
|
8.
|
Standar sarana dan prasarana adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,
tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain,
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi.
|
9.
|
Standar pengelolaan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi,
atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan.
|
10.
|
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur
komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama
satu tahun.
|
11.
|
Standar penilaian pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian hasil belajar peserta didik.
|
12.
|
Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari
dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan
pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar
nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan.
|
13.
|
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
|
14.
|
Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap
satuan pendidikan.
|
15.
|
Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan.
|
16.
|
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
|
17.
|
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
|
18.
|
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelengga-raan pendidikan.
|
19.
|
Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta
didik.
|
20.
|
Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi
belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.
|
21.
|
Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan
program dan/atau satuan pendi-dikan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan.
|
22.
|
Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya
disebut BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan,
memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan.
|
23.
|
Departemen adalah departemen yang bertanggung
jawab di bidang pendidikan.
|
24.
|
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan yang selanjutnya
disebut LPMP adalah unit pelaksana teknis Departemen yang berkedudukan di
provinsi dan bertugas untuk membantu Pemerintah Daerah dalam bentuk supervisi
bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar
dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu
satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan.
|
25.
|
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yang
selanjutnya disebut BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan
kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan
menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
|
26.
|
Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal
yang selanjutnya disebut BAN-PNF adalah badan evaluasi mandiri yang
menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan
nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
|
27.
|
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang
selanjutnya disebut BAN-PT adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan
kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi
dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
|
28.
|
Menteri adalah menteri yang menangani urusan
pemerintahan di bidang pendi-dikan.
|
BAB II
LINGKUP, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1)
|
Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi :
|
|
a.
|
Standar isi;
|
|
b.
|
Standar proses;
|
|
c.
|
Standar kompetensi lulusan;
|
|
d.
|
Standar pendidikan dan tenaga kependidikan;
|
|
e.
|
Standar sarana dan prasarana;
|
|
f.
|
Standar pengelolaan;
|
|
g.
|
Standar pembiayaan; dan
|
|
h.
|
Standar penilaian pendidikan.
|
|
(2)
|
Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan
sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi akreditasi, dan
sertifikasi.
|
|
(3)
|
Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara
terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global.
|
Pasal 3
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai
dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
|
Pasal 4
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin
mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
|
BAB III
STANDAR ISI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1).
|
Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat
kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
|
(2).
|
Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum
tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.
|
Bagian Kedua
Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum
Pasal 6
(1)
|
Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan,
dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
|
|
a.
|
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
|
|
b.
|
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian;
|
|
c.
|
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
|
|
d.
|
Kelompok mata pelajaran estetika;
|
|
e.
|
Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan.
|
|
(2)
|
Kurikulum untuk jenis pendidikan keagamaan formal
terdiri atas kelompok mata pelajaran yang ditentukan berdasarkan tujuan
pendidikan keagamaan.
|
|
(3)
|
Satuan pendidikan nonformal dalam bentuk kursus
dan lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang memuat
pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan.
|
|
(4)
|
Setiap kelompok mata pelajaran dilaksanakan secara
holistik sehingga pembela-jaran masing-masing kelompok mata pelajaran
mempengaruhi pemahaman dan-/atau penghayatan peserta didik.
|
|
(5)
|
Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya
dalam menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan pada
pendidikan dasar dan menengah.
|
|
(6)
|
Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau
bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran
membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.
|
Pasal 7
(1)
|
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C,
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau
kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi,
estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
|
(2)
|
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian pada SD/MI/SDLB-/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan,
bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
|
(3)
|
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada SD/MI/SDLB-/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan
lokal yang relevan.
|
(4)
|
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada SMP/MTs/-SMPLB/Paket B, atau bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan/atau
teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
|
(5)
|
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada SMA/MA/-SMALB/Paket C, atau bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi
informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
|
(6)
|
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan
komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
|
(7)
|
Kelompok mata pelajaran estetika pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/-SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK,
atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
|
(8)
|
Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan pada SD/MI/-SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket
C, SMK/-MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu
pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
|
Pasal 8
(1)
|
Kedalam muatan kurikulum pada setiap satuan
pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester
sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
|
(2)
|
Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar.
|
(3)
|
Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal 9
(1)
|
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan
tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan untuk setiap
program studi.
|
(2)
|
Kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi wajib
memuat mata kuliah pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, Bahasa
Indonesia, dan Bahasa Inggris.
|
(3)
|
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi program Sarjana dan Diploma
wajib memuat mata kuliah yang bermuatan kepribadian, kebudayaan, serta mata
kuliah Statistika, dan/atau Matematika.
|
(4)
|
Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kedalaman
muatan kurikulum pendi-dikan tinggi diatur oleh perguruan tinggi
masing-masing.
|
Bagian Ketiga
Beban Belajar
Pasal 10
(1)
|
Beban belajar untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMLB, SMK/-MAK atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam
pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka,
penugasan terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing.
|
(2)
|
MI/MTs/MA atau bentuk lain yang sederajat dapat
menambahkan beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.
|
(3)
|
Ketentuan mengenai beban belajar, jam
pembelajaran, waktu efektif tatap muka, dan persentase beban belajar setiap
kelompok matapelajaran ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan
BSNP.
|
Pasal 11
(1)
|
Beban belajar untuk SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk
lain yang sederajat dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS).
|
(2)
|
Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau
bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori standar
dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester.
|
(3)
|
Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau
bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori mandiri
dinyatakan dalam satuan kredit semester.
|
(4)
|
Beban belajar minimal dan maksimal bagi satuan
pendidikan yang menerapkan sistem SKS ditetapkan dengan Peraturan Menteri
berdasarkan usul dari BSNP.
|
Pasal 12
(1)
|
Beban belajar pada pendidikan kesetaraan
disampaikan dalam bentuk tatap muka, praktek keterampilan, dan kegiatan
mandiri yang terstruktur sesuai dengan kebutuhan.
|
(2)
|
Beban belajar efektif per tahun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditentukan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan
BSNP.
|
Pasal 13
(1)
|
Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain
yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau
bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup.
|
(2)
|
Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan
akademik, dan kecakapan voka-sional.
|
(3)
|
Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran pendidikan estetika, atau
kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, oleh raga, dan kesehatan.
|
(4)
|
Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), (2), dan (3) dapat diperoleh peserta didik dari satuan
pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah
memperoleh akreditasi.
|
Pasal 14
(1)
|
Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain
yang sederajat dan kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang
sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
|
(2)
|
Pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata pelajaran estetika, atau
kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.
|
(3)
|
Pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat diperoleh peserta didik dari satuan
pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah
memperoleh akreditasi.
|
Pasal 15
(1)
|
Beban SKS minimal dan maksimal program pendidikan
pada pendidikan tinggi dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
|
(2)
|
Beban SKS efektif program pendidikan pada
pendidikan tinggi diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
|
Bagian Keempat
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pasal 16
(1)
|
Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang
disusun oleh BSNP.
|
|
(2)
|
Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi
sekurang-kurangnya :
|
|
a.
|
Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan
untuk SD/MI/SDLB/-SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidik-an
formal kategori standar;
|
|
b.
|
Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan
untuk SD/MI/SDLB/-SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidik-an
formal kategori mandiri;
|
|
(3)
|
Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah keagamaan berpedoman pada
panduan yang disusun oleh BSNP.
|
|
(4)
|
Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berisi
sekurang-kurangnya model-model kurikulum satuan pendidikan keagamaan jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
|
|
(5)
|
Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (4) sekurang-kurangnya meliputi model
kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem paket dan
model kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem kredit
semester.
|
Pasal 17
(1)
|
Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik
daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
|
(2)
|
Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan
komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan
silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi
lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di
bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani
urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
|
(3)
|
Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
untuk program paket A, B, dan C ditetapkan oleh dinas kabupaten/kota yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan berdasarkan kerangka dasar kurikulum
sesuai dengan peraturan pemerintah ini dan standar kompetensi lulusan.
|
(4)
|
Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program
studi perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing
perguruan tinggi dengan mengacu Standar Nasional Pendidikan.
|
Bagian Kelima
Kalender Pendidikan/Akademik
Pasal 18
(1)
|
Kalender pendidikan/kalender akademik mencakup
permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif,
dan hari libur.
|
(2)
|
Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu dan jeda
antar semester.
|
(3)
|
Kalender pendidikan/akademik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri.
|
BAB IV
STANDAR PROSES
Pasal
19
(1)
|
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berparti-sipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakasa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
|
(2)
|
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
|
(3)
|
Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan
proses pembelajaran, pelaksa-naan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien.
|
Pasal 20
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus
dan rencana pelaksanaan pembela-jaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian
hasil belajar.
|
Pasal 21
(1)
|
Pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) harus memperhatikan jumlah maksimal peserta
didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku
teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasion maksimal jumlah peserta didik
setiap pendidik.
|
(2)
|
Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan
mengembangkan budaya membaca dan menulis.
|
Pasal 22
(1)
|
Penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian
sesuai dengan kompentensi dasar yang harus dikuasai.
|
(2)
|
Teknik penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa tes tulis, observasi, tes praktek, dan penugasan
perseorangan atau kelompok.
|
(3)
|
Untuk mata pelajaran selain kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya
dilaksanakan satu kali dalam satu semester.
|
Pasal 23
Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
|
Pasal 24
Standar perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan
proses pembelajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
|
BAB V
STANDAR
KOMPETENSI KELULUSAN
Pasal
25
(1)
|
Standar kompetensi kelulusan digunakan sebagai
pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan.
|
(2)
|
Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok
mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
|
(3)
|
Kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa
menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang
pendidikan.
|
(4)
|
Kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
|
Pasal 26
(1)
|
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan
dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
|
(2)
|
Standar kompentensi lulusan pada satuan pendidikan
menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
|
(3)
|
Standar kompentensi lulusan pada satuan pendidikan
menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
|
(4)
|
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan
tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, ketrampilan, kemandirian dan sikap
untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu teknologi, dan seni,
yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
|
Pasal 27
(1)
|
Standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan
menengah dan pendidikan nonformal dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
|
(2)
|
Standar kompetensi lulusan pendidikan tinggi
ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi.
|
BAB VI
STANDAR
PENDIDIKAN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Pendidikan
Pasal 28
(1)
|
Pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
|
|
(2)
|
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang
pendidikan yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang
relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
|
|
(3)
|
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi :
|
|
a.
|
Kompetensi pedagogik;
|
|
b.
|
Kompetensi kepribadian;
|
|
c.
|
Kompetensi profesional; dan
|
|
d.
|
Kompetensi sosial.
|
|
(4)
|
Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau
sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki
keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik
setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
|
|
(5)
|
Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4)
dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal
29
(1)
|
Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki :
|
|
a.
|
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma
empat (D-IV) atau Sar-jana (S1)
|
|
b.
|
latar belakang pendidikan tinggi di bidang
pendidikan anak usia dini, kependi-dikan lain, atau psikologi; dan
|
|
c.
|
Sertifikat profesi guru untuk PAUD
|
|
(2)
|
Pendidik pada SD/MI, atau bentuk lain yang
sederajat memiliki :
|
|
a.
|
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma
empat (D-IV) atau sarjana (S1)
|
|
b.
|
latar belakang pendidikan tinggi di bidang
pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi; dan
|
|
c.
|
sertifikat profesi guru untuk SD/MI
|
|
(3)
|
Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang
sederajat memiliki :
|
|
a.
|
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma
empat (D-IV) atau sarjana (S1)
|
|
b.
|
latar belakang pendidikan tinggi dengan program
pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
|
|
c.
|
sertifikat profesi guru untuk SMP/MTs
|
|
(4)
|
Pendidik pada SMA/MA, atau bentuk lain yang
sederajat memiliki :
|
|
a.
|
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma
empat (D-IV) atau sarjana (S1)
|
|
b.
|
latar belakang pendidikan tinggi dengan program
pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
|
|
c.
|
sertifikat profesi guru untuk SMA/MA
|
|
(5)
|
Pendidikan pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain
yang sederajat memi-liki :
|
|
a.
|
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma
empat (D-IV) atau sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi dengan program
pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan; dan
|
|
b.
|
sertifikat profesi guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB
|
|
(6)
|
Pendidik pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang
sederajat memiliki :
|
|
a.
|
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma
empat (D-IV) atau sarjana (S1)
|
|
b.
|
latar belakang pendidikan tinggi dengan program
pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
|
|
c.
|
sertifikat profesi guru untuk SMK/MAK
|
Pasal 30
(1)
|
Pendidik pada TK/RA sekurang-kurangnya terdiri
atas guru kelas yang penu-gasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan
pendidikan sesuai dengan keperluan.
|
(2)
|
Pendidikan pada SD/MI sekurang-kurangnya terdiri
atas guru kelas dan guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing
satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
|
(3)
|
Guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sekurang-kurangnya mencakup guru kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia serta guru kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan
kesehatan.
|
(4)
|
Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang
sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas guru mata
pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan
sesuai dengan keperluan.
|
(5)
|
Pendidikan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang
sederajat terdiri atas guru mata pelajaran dan instruktur bidang kejuruan
yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai
dengan keperluan.
|
(6)
|
Pendidik pada SDLB, SMPLB, dan SMALB terdiri atas
guru mata pelajaran dan pembimbing yang penugasannya ditetapkan oleh
masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
|
(7)
|
Pendidikan pada satuan pendidikan Paket A, Paket B
dan Paket C terdiri atas tutor penanggungjawab mata pelajaran, dan
|
(8)
|
Pendidikan pada lembaga kursus dan pelatihan
keterampilan terdiri atas pengajar, pembimbing, pelatih atau instruktur, dan
penguji.
|
Pasal 31
(1)
|
Pendidik pada pendidikan tinggi memiliki
kualifikasi pendidikan minimum :
|
|
a.
|
lulusan diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)
untuk program diploma;
|
|
b.
|
lulusan program magister (S2) untuk program
sarjana (S1); dan
|
|
c.
|
lulusan program doktor (S3) untuk program magister
(S2) dan program doktor (S3)
|
|
(2)
|
Selain kualifikasi pendidik sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) butir a, pendidik pada program vokasi harus
memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang
diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.
|
|
(3)
|
Selain kualifikasi pendidikan sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) butir b, pendidik pada program profesi harus
memiliki sertifikat kompetensi setelah sarjana sesuai dengan tingkat dan
bidang keahlian yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.
|
Pasal 32
(1)
|
Pendidik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang
kewenangan mengajar sebagai-mana diatur dalam Pasal 28 sampai dengan pasal
31.
|
(2)
|
Selain syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
sampai dengan Pasal 31 menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang
agama dapat memberikan kriteria tambahan.
|
Pasal 33
(1)
|
Pendidik di lembaga kursus dan lembaga pelatihan
keterampilan harus memiliki kualifikasi dan kompetensi minimum yang
dipersyaratkan.
|
(2)
|
Kualifikasi dan kompetensi minimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
|
Pasal 34
Rasio pendidik terhadap peserta didik ditetapkan
dalam Peraturan Menteri ber-dasarkan usulan dari BSNP.
|
Bagian Kedua
Tenaga Kependidikan
Pasal 35
(1)
|
Tenaga kependidikan pada :
|
|
a.
|
TK/RA atau bentuk lain yang sederajat
sekurang-kurangnya terdiri atas kepala TK/RA dan tenaga kebersihan TK/RA
|
|
b.
|
SD/MI atau bentuk lain yang sederajat
sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi,
tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.
|
|
c.
|
SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dan
SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas
kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga
laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.
|
|
d.
|
SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat
sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi
tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan
sekolah/madrasah.
|
|
e.
|
SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk lain yang
sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga
administrasi, tenaga perpus-takaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan
sekolah, teknisi sumber bela-jar, psikolog, pekerja sosial, dan terapis.
|
|
f.
|
Paket A, Paket B dan Paket C sekurang-kurangnya
terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administrasi, dan tenaga
perpustakaan.
|
|
g.
|
lembaga kursus dan lembaga pelatihan keterampilan
sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola atau penyelenggara, teknisi, sumber
belajar, pustakawan dan laboran.
|
|
(2)
|
Standar untuk setiap jenis tenaga kependidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal 36
(1)
|
Tenaga Kependidikan pada pendidikan tinggi harus
memiliki kualifikasi, kompe-tensi, dan sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya.
|
(2)
|
Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal 37
(1)
|
Tenaga kependidikan di lembaga kursus dan
pelatihan harus memiliki kualifikasi dan kompetensi minimum yang
dipersyaratkan.
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut tentang standar tenaga
kependidikan pada lembaga kursus dan pelatihan dikembangkan oleh BSNP dan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal 38
(1)
|
Kriteria untuk menjadi kepala TK/RA meliputi :
|
|
a.
|
Berstatus sebagai guru TK/RA;
|
|
b.
|
Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
|
|
c.
|
Meliliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun di TK/RA; dan
|
|
d.
|
Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan
di bidang pendi-dikan.
|
|
(2)
|
Kriteria untuk menjadi kepala SD/MI meliputi :
|
|
a.
|
Berstatus sebagai guru SD/MI;
|
|
b.
|
Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
|
|
c.
|
Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5
(
|
|
d.
|
Memiliki kemampuan kepimpinanan dan kewirausahaan
di bidang pendi-dikan.
|
|
(3)
|
Kriteria untuk menjadi kepala SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK
meliputi :
|
|
a.
|
Berstatus sebagai guru SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK;
|
|
b.
|
Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
|
|
c.
|
Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5
(
|
|
d.
|
Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan
di bidang pendi-dikan.
|
|
(4)
|
Kriteria untuk menjadi kepala SDLB/SMPLB/SMALB
meliputi :
|
|
a.
|
Berstatus sebagai guru pada satuan pendidikan
khusus;
|
|
b.
|
Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
|
|
c.
|
Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5
(
|
|
d.
|
Memiliki kemampuan kepemimpinan, pengelolaan, dan
kewirausahaan di bidang pendidikan khusus.
|
|
(5)
|
Kriteria kepala satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal 39
(1)
|
Pengawasan pada pendidikan formal dilakukan oleh
pengawas satuan pendidikan.
|
|
(2)
|
Kriteria minimal untuk menjadi pengawas satuan
pendidikan meliputi :
|
|
a.
|
Berstatus sebagai guru sekurang-kurangnya 8
(delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun pada
jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasi;
|
|
b.
|
memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai
pengawas satuan pendi-dikan;
|
|
c.
|
lulus seleksi sebagai pengawas satuan pendidikan.
|
|
Kriteria pengawas suatu satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal 40
(1)
|
Pengawasan pada pendidikan nonformal dilakukan
oleh penilik satuan pendidikan
|
|
(2)
|
Kriteria minimal untuk menjadi penilik adalah :
|
|
a.
|
Berstatus sebagai pamong belajar/pamong atau
jabatan sejenis di lingkungan pendidikan luar sekolah dan pemuda
sekurang-kurangnya 5 (
|
|
b.
|
Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundangan yang berlaku;
|
|
c.
|
Memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai
penilik; dan
|
|
d.
|
Lulus seleksi sebagai penilik
|
|
(3)
|
Kriteria penilik suatu satuan pendidikan
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan ayat (2) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal 41
(1)
|
Setiap satuan pendidikan yang melaksanakan
pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai
kompetensi menyelenggarakan pembela-jaran bagi peserta didik dengan kebutuhan
khusus.
|
(2)
|
Kriteria penyelenggaraan pembelajaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
|
BAB VII
STANDAR SARANA DAN PRASARANA
Pasal 42
(1)
|
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana
yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pem-belajaran yang teratur dan berkelanjutan.
|
(2)
|
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana
yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, satuan pendidikan, ruang
pendidikan, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang
bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa,
tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan
ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
|
Pasal 43
(1)
|
Standar keragaman jenis peralatan laboratorium
ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan
peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar
yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia.
|
(2)
|
Standar jumlah peralatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan per peserta didik.
|
(3)
|
Standar buku perpustakaan dinyatakan dalam jumlah
judul dan jenis buku di perpustakaan satuan pendidikan.
|
(4)
|
Standar jumlah buku teks pelajaran di perpustakaan
dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks pelajaran untuk masing-masing
mata pelajaran di perpustakaan satuan pendidikan untuk setiap peserta didik.
|
(5)
|
Kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan
buku teks pelajaran dinilai oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
|
(6)
|
Standar sumber belajar lainnya untuk setiap satuan
pendidikan dinyatakan dalam rasio jumlah sumber belajar terhadap peserta
didik sesuai dengan jenis sumber belajar dan karakteristik satuan pendidikan.
|
Pasal 44
(1)
|
Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
untuk bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk prasarana
penunjang, dan lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan suatu
lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat.
|
(2)
|
Standar lahan satuan pendidikan dinyatakan dalam
rasio luas lahan per peserta didik.
|
(3)
|
Standar letak lahan satuan pendidikan
mempertimbangkan letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan
pendidikan sejenis dan sejenjang, serta letak lahan satuan pendidikan di
dalam klaster satuan pendidikan yang menjadi pengumpan masukan peserta didik.
|
(4)
|
Standar letak lahan satuan pendidikan
mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik
untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut.
|
(5)
|
Standar letak lahan satuan pendidikan
mempertimbangkan keamanan, Kenya-manan, dan kesehatan lingkungan.
|
Pasal 45
(1)
|
Standar rasio luas ruang kelas per peserta didik
dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
|
(2)
|
Standar rasio luas bangunan per peserta didik
dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
|
(3)
|
Standar kualitas bangunan minimal pada satuan
pendidikan dasar dan menengah adalah kelas B.
|
(4)
|
Standar kualitas bangunan minimal pada satuan
pendidikan tinggi adalah kelas A.
|
(5)
|
Pada daerah rawan gempa bumi atau tanahnya labil,
bangunan satuan pendidikan harus memenuhi ketentuan standar bangunan tahan
gempa.
|
(6)
|
Standar kualitas bangunan satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (4), dan (5) mengacu pada ketetapan
menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
|
Pasal 46
(1)
|
Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik,
pendididk, dan/atau tenaga kependidikan yang memerlukan layanan khusus wajib
menyediakan akses ke sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan
mereka.
|
(2)
|
Kriteria penyediaan akses sarana dan prasarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal 47
(1)
|
Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan
sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 46 menjadi tanggung
jawab satuan pendidikan yang bersangkutan.
|
(2)
|
Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dengan memperhatikan masa
pakai.
|
(3)
|
Pengaturan tentang masa pakai sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal 48
Standar sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 sampai 47 dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
|
BAB VIII
STANDAR PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Standar Pengelolaan Oleh
Satuan Pendidikan
Pasal 49
(1)
|
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang
ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas.
|
(2)
|
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas
yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku memberikan
kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional,
personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur
oleh masing-masing perguruan tinggi.
|
Pasal 50
(1)
|
Setiap satuan pendidikan dipimpin oleh seorang
kepala satuan sebagai penanggung jawab pengelolaan pendidikan.
|
(2)
|
Dalam melaksanakan tugasnya kepala satuan
pendidikan SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dibantu minimal
oleh satu orang wakil kepala satuan pendidikan.
|
(3)
|
Pada satuan pendidikan SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat kepala santuan pendidikan dalam melaksanakan
tugasnya dibantu minimal oleh tiga wakil kepala satuan pendidikan yang
masing-masing secara berturut membidangi akademik, sarana dan prasarana,
serta kesiswaan.
|
Pasal 51
(1)
|
Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar
dan menengah di bidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan Pendidikan yang
dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.
|
(2)
|
Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar
dan menengah di bidang non-akademik dilakukan oleh komite sekolah/madrasah
yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan.
|
(3)
|
Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah
dilaksanakan atas dasar prin-sip musyawarah mufakat yang berorientasi pada
peningkatan mutu satuan pendi-dikan.
|
Pasal 52
(1)
|
Setiap satuan pendidikan harus memiliki pedoman
yang mengatur tentang :
|
|
a.
|
Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus;
|
|
b.
|
Kalender pendidikan/akademik, yang menunjukkan
seluruh kategori aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun dan dirinci
secara semesteran, bulanan, dan mingguan;
|
|
c.
|
Struktur organisasi satuan pendidikan;
|
|
d.
|
Pembagian tugas di antara pendidik;
|
|
e.
|
Pembagian tugas di antara tenaga kependidikan;
|
|
f.
|
Peraturan akademik;
|
|
g.
|
Tata tertib satuan pendidikan, yang minimal
meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta
penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana;
|
|
h.
|
Kode etik hubungan antara sesama warga di dalam
lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan
dengan masyarakat;
|
|
i.
|
Biaya operasional satuan pendidikan.
|
|
(2)
|
Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir
a,b,d,e,f, dan h diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh
kepala satuan pendidikan.
|
|
(3)
|
Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c
dan I diputuskan oleh komite sekolah/madrasah dan ditetapkan oleh kepala
satuan pendidikan.
|
|
(4)
|
Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir g
ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan setelah mempertimbangkan masukan
dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.
|
|
(5)
|
Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir e
ditetapkan oleh pimpinan satuan pendidikan.
|
|
(6)
|
Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
pendidikan tinggi diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
|
Pasal 53
(1)
|
Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar
rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja
jangka menengah satuan pendidikan yang meliputi masa 4 (empat) tahun.
|
|
(2)
|
Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi :
|
|
a.
|
kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal
pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur;
|
|
b.
|
jadwal penyusunan kurikulum tingkat satuan
pendidikan untuk tahun pelajaran berikutnya;
|
|
c.
|
mata pelajaran atau mata kuliah yang ditawarkan
pada semester gasal, semes-ter genap, dan semester pendek bila ada;
|
|
d.
|
penugasan pendidikan pada mata pelajaran atau mata
kuliah dan kegiatan lain-nya;
|
|
e.
|
buku teks pelajaran yang dipakai pada
masing-masing mata pelajaran;
|
|
f.
|
jadwal penggunaan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana pembelajaran;
|
|
g.
|
pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal
bahan habis pakai;
|
|
h.
|
program peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan yang meliputi sekurang-kurangnya jenis, durasi, peserta, dan
penyelenggara program;
|
|
i.
|
jadwal rapat Dewan Pendidik, rapat konsultasi
satuan pendidik dengan orang tua/wali peserta didik, dan rapat satuan
pendidikan dengan komite sekolah/-madrasah, untuk jenjang pendidikan dasar
dan menengah;
|
|
j.
|
Jadwal rapat Dewan Dosen dan rapat Senat Akademik
untuk jenjang pendi-dikan tinggi;
|
|
k.
|
rencana anggaran pendapatan dan belanja satuan
pendidikan untuk masa kerja satu tahun;
|
|
l.
|
jadwal penyusunan laporan akuntabilitas dan
kinerja satuan pendidikan untuk satu tahun terakhir;
|
|
(3)
|
Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah,
rencana kerja sebagaimana dimak-sud pada ayat (1) dan (2) harus disetujui
rapat dewan pendidik setelah memper-hatikan pertimbangan dari Komite
Sekolah/Madrasah.
|
|
(4)
|
Untuk jenjang pendidikan tinggi, rencana kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus disetujui oleh lembaga
berwenang sebagaimana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
|
Pasal 54
(1)
|
Pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan secara
mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.
|
(2)
|
Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan untuk
jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tidak sesuai dengan rencana kerja
tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 harus mendapat persetujuan dari
rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.
|
(3)
|
Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan untuk
jenjang pendidikan tinggi yang tidak sesuai dengan rencana kerja tahunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 harus mendapat persetujuan dari lembaga
berwenang sebagaimana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
|
(4)
|
Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan
pendidikan kepada rapat dewan pendi-dik dan komite sekolah/madrasah.
|
(5)
|
Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi dipertang-gungjawabkan oleh kepala satuan pendidikan kepada
lembaga berwenang sebagai-mana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
|
Pasal 55
Pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan,
supervisi, evaluasi pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan.
|
Pasal 56
Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan
pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk
menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan.
|
Pasal 57
Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan
akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau
penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
|
Pasal 58
(1)
|
Pelaporan dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, pimpinan satuan pendi-dikan, dan pengawas atau penilik satuan
pendidikan.
|
(2)
|
Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah,
laporan oleh pendidik ditujukan kepada pimpinan satuan pendidikan dan orang
tua/wali peserta didik, berisi hasil evaluasi dan penilaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir
semester.
|
(3)
|
Laporan oleh tenaga kependidikan ditujukan kepada
pimpinan satuan pendidikan, berisi pelaksanaan teknis dari tugas
masing-masing dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
|
(4)
|
Untuk pendidikan dasar dan menengah, laporan oleh
pimpinan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
kepada komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, yang
berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
|
(5)
|
Untuk pendidikan dasar, menengah, dan non formal
laporan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan ditujukan kepada
Bupati/Walikota melalui Dinas Kabu-paten/Kota yang bertanggungjawab di bidang
pendidikan dan satuan pendidikan yang bersangkutan.
|
(6)
|
Untuk pendidikan dasar dan menengah keagamaan,
laporan oleh pengawas satuan pendidikan ditujukan kepada Kantor Departemen
Agama Kabupaten/Kota dan sa-tuan pendidikan yang bersangkutan.
|
(7)
|
Untuk jenjang pendidikan tinggi, laporan oleh
kepala satuan pendidikan sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada
Menteri, berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir
semester.
|
(8)
|
Setiap pihak yang menerima laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) wajib menindak lanjuti laporan
tersebut untuk meningkatkan mutu satuan pendidikan, termasuk memberikan
sanksi atas pelanggaran yang ditemu-kannya.
|
Bagian Kedua
Standar Pengelolaan oleh
Pemerintah Daerah
Pasal 59
(1)
|
Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan
bidang pendidikan dengan memprioritaskan program :
|
|
a.
|
wajib belajar;
|
|
b.
|
peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk
jenjang pendidikan me-nengah;
|
|
c.
|
penuntasan pemberantasan buta aksara;
|
|
d.
|
penjamin mutu pada satuan pendidikan, baik yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat;
|
|
e.
|
peningkatan status guru sebagai profesi;
|
|
f.
|
akreditasi pendidikan;
|
|
g.
|
peningkatan relevansi pendidikan terhadap
kebutuhan masyarakat; dan
|
|
h.
|
pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang
pendidikan.
|
|
(2)
|
Realisasi rencana kerja tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disetujui dan dipertanggungjawabkan oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
|
Bagian Ketiga
Standar Pengelolaan oleh
Pemerintah
Pasal 60
Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang
pendidikan dengan memprio-ritaskan program :
|
|
a.
|
wajib belajar;
|
b.
|
peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk
jenjang pendidikan menengah dan tinggi;
|
c.
|
penuntasan pemberantasan buta aksara;
|
d.
|
penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang
diselenggarakan oleh peme-rintah maupun masyarakat;
|
e.
|
peningkatan status guru sebagai profesi;
|
f.
|
peningkatan mutu dosen;
|
g.
|
standarisasi pendidikan;
|
h.
|
akreditasi pendidikan;
|
i.
|
peningkatan relevansi pendidikan terhadap
kebutuhan lokal, nasional, dan global;
|
j.
|
pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang
pendidikan; dan
|
k.
|
penjaminan mutu pendidikan nasional;
|
Pasal 61
(1)
|
Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf
internasional.
|
(2)
|
Menteri menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi untuk dikembangkan menjadi
satuan pendidikan bertaraf internasional.
|
BAB IX
STANDAR PEMBIAYAAN
Pasal 62
(1)
|
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya
investasi, biaya operasi, dan biaya per-sonal.
|
|
(2)
|
Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
|
|
(3)
|
Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk
bisa mengikuti proses pembe-lajaran secara teratur dan berkelanjutan.
|
|
(4)
|
Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
|
|
a.
|
gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala
tunjangan yang melekat pada gaji,
|
|
b.
|
bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan,
|
|
c.
|
biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya,
air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi dan lain sebagainya.
|
|
(5)
|
Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan
dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
|
BAB
X
STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 63
(1)
|
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah terdiri atas :
|
|
a.
|
penilaian hasil belajar oleh pendidik;
|
|
b.
|
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;
dan
|
|
c.
|
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
|
|
(2)
|
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan
tinggi terdiri atas :
|
|
a.
|
Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan
|
|
b.
|
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
tinggi.
|
|
(3)
|
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan
tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh masing-masing perguruan
tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
Bagian Kedua
Penilaian Hasil Belajar oleh
Pendidik
Pasal 64
(1)
|
Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1 butir a dilakukan secara berkesinambungan
untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan
harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan
kelas.
|
|
(2)
|
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan untuk : menilai pencapaian kompetensi peserta didik; bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan memperbaiki proses
pembelajaran.
|
|
(3)
|
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian dilakukan melalui :
|
|
a.
|
pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap
untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta
|
|
b.
|
ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur
aspek kognitif peserta didik.
|
|
(4)
|
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau
bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai.
|
|
(5)
|
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran
estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap
untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
|
|
(6)
|
Penilaian hasil belatar kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga, dan kesehatan dilakukan melalui :
|
|
a.
|
pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap
untuk menilai perkem-bangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan
|
|
b.
|
ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek
kognitif peserta didik.
|
|
(7)
|
Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah BSNP
menerbitkan panduan penilaian untuk :
|
|
a.
|
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
|
|
b.
|
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian;
|
|
c.
|
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi;
|
|
d.
|
kelompok mata pelajaran estetika; dan
|
|
e.
|
kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan
kesehatan.
|
Bagian Ketiga
Penilaian Hasil Belajar oleh
Satuan Pendidikan
Pasal 65
(1)
|
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir b bertujuan menilai
pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.
|
(2)
|
Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian,
kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah
raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan.
|
(3)
|
Penilaian akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64.
|
(4)
|
Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan
teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan
peserta didik dari satuan pendi-dikan.
|
(5)
|
Untuk dapat mengikuti ujian sekolah/madrasah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), peserta didik harus mendapatkan nilai
yang sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan
oleh BSNP, pada kelompok mata pelajaran agama akhlak mulia, kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika,
serta kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
|
(6)
|
Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian
sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri berdasarkan
usulan BSNP.
|
Bagian Keempat
Penilaian Hasil Belajar oleh
Pemerintah
Pasal 66
(1)
|
Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian
nasional.
|
(2)
|
Ujian nasional dilakukan secara obyektif,
berkeadilan, dan akuntabel.
|
(3)
|
Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu
kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
|
Pasal 67
(1)
|
Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan
ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur
formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraan.
|
(2)
|
Dalam penyelenggaraan ujian nasional BSNP bekerja
sama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota, dan satuan pendidikan.
|
(3)
|
Ketentuan mengenai ujian nasional diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal 68
Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu
pertimbangan untuk :
|
|
a.
|
pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
|
b.
|
dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
|
c.
|
penentuan kelulusan peserta didik dari program
dan/atau satuan pendidikan;
|
d.
|
pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan
pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan;
|
Pasal 69
(1)
|
Setiap peserta didik jalur formal pendidikan dasar
dan menengah dan pendidikan jalur nonformal kesetaraan berhak mengikuti ujian
nasional dan berhak mengu-langinya sepanjang belum dinyatakan lulus dari
satuan pendidikan.
|
(2)
|
Setiap peserta didik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib mengikuti satu kali ujian nasional tanpa dipungut biaya.
|
(3)
|
Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti
ujian nasional setelah meme-nuhi syarat yang ditetapkan oleh BSNP.
|
(4)
|
Peserta ujian nasional memperoleh
|
Pasal 70
(1)
|
Pada jenjang SD/MI/SDLB, atau bentuk lain yang
sederajat, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
|
(2)
|
Pada program paket A, Ujian Nasional mencakup mata
pelajaran Bahasa Indo-nesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu
Pengetahuan Sosial
(IPS) dan Pendidikan Kewarganegaraan.
|
(3)
|
Pada jenjang SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang
sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
|
(4)
|
Pada program paket B. Ujian Nasional mencakup mata
pelajaran Bahasa Indo-nesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA), Ilmu Penge-tahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Kewarganegaraan.
|
(5)
|
Pada SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat,
Ujian Nasional menca-kup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.
|
(6)
|
Pada program paket C, Ujian Nasional mencakup mata
pelajaran Bahasa Indo-nesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran
yang menjadi ciri khas program pendidikan.
|
(7)
|
Pada jenjang SMK/MAK atau bentuk lain yang
sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika, dan mata pelajaran kejuruan yang menjadi ciri khas
program pendidikan.
|
Pasal 71
Kriteria kelulusan ujian nasional dikembangkan
oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
|
Bagian Kelima
Kelulusan
Pasal 72
(1)
|
Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan
pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah :
|
|
a.
|
menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
|
|
b.
|
memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir
untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah
raga, dan kesehatan;
|
|
c.
|
lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata
pelajaran ilmu pengeta-huan dan teknologi; dan
|
|
d.
|
lulus Ujian Nasional.
|
|
(2)
|
Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan
ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria
yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
|
BAB XI
BADAN STANDAR
NASIONAL PENDIDIKAN (BSNP)
Pasal 73
(1)
|
Dalam rangka pengembangan, pemantauan, dan
pelaporan pencapaian standar nasional pendidikan, dengan Peraturan Pemerintah
ini dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
|
(2)
|
BSNP berkedudukan di ibu
|
(3)
|
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya BSNP
bersifat mandiri dan profesional.
|
Pasal 74
(1)
|
Keanggotaan BSNP berjumlah gasal, paling sedikit
11 (sebelas) orang dan paling banyak 15 (
|
(2)
|
Anggota BSNP terdiri atas ahli-ahli di bidang
psikometri, evaluasi pendidikan, kurikulum, dan manajemen pendidikan yang
memiliki wawasan, pengalaman, dan komitmen untuk peningkatan mutu pendidikan.
|
(3)
|
Keanggotaan BSNP diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri untuk masa bakti 4 (empat) tahun.
|
Pasal
75
(1)
|
BSNP dipimpin oleh seorang ketua dan seorang
sekretaris yang dipilih oleh dan dari anggota atas dasar suara terbanyak.
|
(2)
|
Untuk membantu kelancaran tugasnya BSNP didukung
oleh sebuah sekretariat yang secara ex-officio diketahui oleh pejabat
Departemen yang ditunjuk oleh Menteri.
|
(3)
|
BSNP menunjuk tim ahli yang bersifat ad-hoc sesuai
kebutuhan.
|
Pasal 76
(1)
|
BSNP bertugas membantu Menteri dalam
mengembangkan, memantau, dan mengendalikan standar nasional pendidikan.
|
|
(2)
|
Standar yang dikembangkan oleh BSNP berlaku
efektif dan mengikat semua satuan pendidikan secara nasional setelah
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
|
|
(3)
|
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) BSNP berwe-nang :
|
|
a.
|
mengembangkan Standar Nasional Pendidikan;
|
|
b.
|
menyelenggarakan ujian nasional;
|
|
c.
|
memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.
|
|
d.
|
merumuskan kriteria kelulusan dari satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
|
Pasal 77
Dalam menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 ayat (3), BSNP didukung dan berkoordinasi dengan Departemen
dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama, dan dinas
yang menangani pendidikan di provinsi/kabupaten/kota.
|
BAB XII
EVALUASI
Pasal 78
Evaluasi pendidikan meliputi :
|
|
a.
|
evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh
satuan pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan
kepada pihak-pihak yang berkepen-tingan;
|
b.
|
evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah;
|
c.
|
evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah
Provinsi;
|
d.
|
evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota; dan
|
e.
|
evaluasi oleh lembaga evaluasi mandiri yang
dibentuk masyarakat atau organisasi profesi untuk menilai pencapaian Standar
Nasional Pendidikan;
|
Pasal 79
(1)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 butir
a dilakukan oleh satuan pendidikan pada setiap akhir semester.
|
(2)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya meliputi :
|
|
a.
|
tingkat kehadiran peserta didik, pendidik, dan
tenaga kependidikan;
|
|
b.
|
pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan
dan kegiatan ekstraku-rikuler;
|
|
c.
|
hasil belajar peserta didik; dan
|
|
d.
|
realisasi anggaran;
|
|
(3)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
|
Pasal 80
(1)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 butir
b dilakukan oleh Menteri terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi secara berkala.
|
(2)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 butir
b dilakukan oleh menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama
terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada
pendidikan keagamaan secara berkala.
|
Pasal 81
Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 butir
c dilakukan terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan,
pada pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan nonformal termasuk
pendidikan anak usia dini, secara berkala.
|
Pasal 82
Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 butir
d dilakukan terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan,
pada pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal termasuk
pendidikan anak usia dini, secara berkala.
|
Pasal 83
(1)
|
Evaluasi terhadap pengelola sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 80 sampai dengan Pasal 82 dilakukan sekurang-kurangnya setahun
sekali.
|
|
(2)
|
Evaluasi terhadap pengelola sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup sekurang-kurangnya;
|
|
a.
|
Tingkat relevansi pendidikan terhadap visi, misi,
tujuan, dan paradigma pendidikan nasional;
|
|
b.
|
Tingkat relevansi satuan, jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat akan sumberdaya manusia yang
bermutu dan kompe-titif;
|
|
c.
|
Tingkat pencapaian Standar Nasional Pendidikan
oleh satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan;
|
|
d.
|
Tingkat efisiensi dan produktivitas satuan, jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan;
|
|
e.
|
Tingkat daya saing satuan, jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan pada tingkat daerah, nasional, regional, dan global.
|
|
(3)
|
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan (2) dilaporkan kepada Menteri.
|
|
(4)
|
Atas dasar evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan (3), Menteri melakukan evaluasi komprehensif untuk menilai
:
|
|
a.
|
Tingkat relevansi pendidikan nasional terhadap
visi, misi, tujuan, dan paradig-ma pendidikan nasional;
|
|
b.
|
Tingkat relevansi pendidikan nasional terhadap
kebutuhan masyarakat akan sumberdaya manusia yang bermutu dan berdayasaing;
|
|
c.
|
Tingkat mutu dan daya saing pendidikan nasional;
|
|
d.
|
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan;
|
|
e.
|
Tingkat pemerataan akses masyarakat ke pelayanan
pendidikan; dan
|
|
f.
|
Tingkat efisiensi, produktivitas, dan
akuntabilitas pendidikan nasional.
|
Pasal 84
(1)
|
Evaluasi dapat dilakukan oleh lembaga evaluasi
mandiri yang dibentuk masyara-kat.
|
(2)
|
Evaluasi sebagai dimaksud pada ayat (1) secara
berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik.
|
(3)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan untuk menentukan pencapaian standar nasional pendidikan oleh
peserta didik, program, dan/atau satuan pendidikan.
|
(4)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
(2) dilakukan secara mandiri, independen, obyektif, dan profesional.
|
(5)
|
Metode dan hasil evaluasi yang dilakukan oleh
lembaga evaluasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada
publik dan dilaporkan ke BSNP.
|
Pasal 85
(1)
|
Untuk mengukur dan menilai pencapaian standar
nasional pendidikan oleh peserta didik, program dan/atau satuan pendidikan,
masyarakat dapat membentuk lembaga evaluasi mandiri.
|
(2)
|
Kelompok masyarakat yang dapat membentuk lembaga
mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kelompok masyarakat yang
memiliki kompetensi untuk melakukan evaluasi secara profesional, independen
dan mandiri.
|
(3)
|
Pembentukan lembaga mandiri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaporkan kepada Menteri.
|
BAB
XIII
AKREDITASI
Pasal 86
(1)
|
Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap
jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau
satuan pendidikan.
|
(2)
|
Kewenangan akreditasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat pula dilakukan oleh lembaga mandiri yang diberi kewenangan
oleh Pemerintah untuk melakukan akreditasi.
|
(3)
|
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara obyektif, adil,
transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang
mengacu kepada Standar Nasio-nal Pendidikan.
|
Pasal 87
(1)
|
Akreditasi oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 86 ayat (1) dilaksanakan oleh :
|
|
a.
|
BAN-S/M terhadap program dan/atau satuan
pendidikan pendidikan jalur formal pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah;
|
|
b.
|
BAN-PT terhadap program dan/atau satuan pendidikan
jenjang pendidikan tinggi; dan
|
|
c.
|
BAN-PNF terhadap program dan/atau satuan
pendidikan jalur nonformal.
|
|
(2)
|
Dalam melaksanakan akreditasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BAN-S/M dibantu oleh badan akreditasi provinsi yang dibentuk
oleh Gubernur.
|
|
(3)
|
Badan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
|
|
(4)
|
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya badan
akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri.
|
|
(5)
|
Ketentuan mengenai badan akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
|
Pasal 88
(1)
|
Lembaga mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
86 ayat (2) dapat melakukan fungsinya setelah mendapat pengakuan dari
Menteri.
|
|
(2)
|
Untuk memperoleh pengakuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) lembaga mandiri wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya:
|
|
a.
|
berbadan hukum
|
|
b.
|
memiliki tenaga ahli yang berpengalaman di bidang
evaluasi pendidikan.
|
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mandiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
BAB XIV
SERTIFIKASI
Pasal 89
(1)
|
Pencapaian kompetensi akhir peserta didik
dinyatakan dalam dokumen ijazah dan/atau sertifikat kompetensi.
|
|
(2)
|
Ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan
tinggi, sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus dari
satuan pendidikan.
|
|
(3)
|
Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, Ijazah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya berisi :
|
|
a.
|
Identitas peserta didik;
|
|
b.
|
Pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan
telah lulus dari penilaian akhir satuan pendidikan beserta daftar nilai mata
pelajaran yang ditempuhnya;
|
|
c.
|
Pernyataan tentang status kelulusan peserta didik
dari Ujian Nasional beserta daftar nilai mata pelajaran yang diujikan; dan
|
|
d.
|
Pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan
telah memenuhi seluruh kriteria dan dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
|
|
(4)
|
Pada jenjang pendidikan tinggi ijazah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya berisi :
|
|
a.
|
Identitas peserta didik;
|
|
b.
|
Pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan
telah memenuhi seluruh kriteria dan dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
|
|
(5)
|
Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh
lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui
Pemerintah sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus
uji kompetensi.
|
|
(6)
|
Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) sekurang-kurangnya berisi :
|
|
a.
|
Identitas peserta didik;
|
|
b.
|
Pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan
telah lulus uji kompetensi untuk semua mata pelajaran atau mata kuliah
keahlian yang dipersyaratkan dengan nilai yang memenuhi syarat sesuai
ketentuan yang berlaku;
|
|
c.
|
Daftar semua mata pelajaran atau mata kuliah
keahlian yang telah ditempuh uji kompetensinya oleh peserta didik, beserta
nilai akhirnya.
|
Pasal 90
(1)
|
Peserta didik pendidikan informal dapat memperoleh
sertifikat kompetensi yang setara dengan sertifikat kompetensi dari
pendidikan formal setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh
satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi
mandiri/profesi sesuai ketentuan yang berlaku.
|
(2)
|
Peserta didik pendidikan informal dapat memperoleh
ijazah yang setara dengan ijazah dari pendidikan dasar dan menengah jalur
formal setelah lulus uji kompetensi dan ujian nasional yang diselenggarakan
oleh satuan pendidikan yang terakreditasi sesuai ketentuan yang berlaku.
|
BAB XV
PENJAMINAN
MUTU
Pasal 91
(1)
|
Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan
nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.
|
(2)
|
Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional
Pendidikan.
|
(3)
|
Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam
suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang
jelas.
|
Pasal 92
(1)
|
Menteri mensupervisi dan membantu satuan perguruan
tinggi melakukan penja-minan mutu.
|
(2)
|
Menteri yang menangani urusan pemerintahan di
bidang agama mensupervisi dan membantu satuan pendidikan keagamaan melakukan
penjaminan mutu.
|
(3)
|
Pemerintah Provinsi mensupervisi dan membantu
satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangannya untuk menyelenggarakan
atau mengatur penyeleng-garaannya dalam melakukan penjaminan mutu.
|
(4)
|
Pemerintah Kabupaten/Kota mensupervisi dan
membantu satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangannya untuk
meyelenggarakan atau mengatur penye-lenggaraannya dalam melakukan pinjaman
mutu.
|
(5)
|
BAN-S/M, BAN-PNF, dan BAN-PT memberikan
rekomendasi penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan
pendidikan yang diakreditasi, dan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
|
(6)
|
LPMP mensupervisi dan membantu satuan pendidikan
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dalam melakukan upaya penjaminan
mutu pendidikan.
|
(7)
|
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (6), LPMP bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Perguruan
tinggi.
|
(8)
|
Menteri menerbitkan pedoman program penjaminan
mutu satuan pendidikan pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan.
|
Pasal 93
(1)
|
Penyelenggaraan satuan pendidikan yang tidak
mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan ini dapat memperoleh pengakuan
dari Pemerintah atas dasar rekomendasi dari BSNP.
|
(2)
|
Rekomendasi dari BSNP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada penilaian khusus.
|
(3)
|
Pengakuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
|
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 94
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah
ini :
|
|
a.
|
Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS), Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Panitia Nasional Penilaian
Buku Pelajaran Nasional (PNPBP) masih tetap menjalankan tugas dan fungsinya
sampai dibentuknya badan baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
|
b.
|
Satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan
ketentuan Peraturan Peme-rintah ini paling lambat 7 (tujuh) tahun.
|
c.
|
Standar kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 berlaku efektif sepenuhnya 15 (
|
d.
|
Ujian nasional untuk peserta didik SD/MI/SDLB
mulai dilaksanakan 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah
ini.
|
e.
|
Penyelenggaraan ujian nasional dilaksanakan oleh
Pemerintah sebelum BSNP menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.
|
Pasal 95
Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan
standar nasional pendidikan pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
|
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 96
Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan
Peraturan Pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun
terhitung sejak berlakunya Peraturan Peme-rintah ini.
|
Pasal 97
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
perundangan Peraturan Pemerintah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran
Negara Republik
|
Ditetapkan
di Jakarta
Pada
Tanggal 16 Mei 2005
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA ,
ttd
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal 16 Mei 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK AZASI MANUSIA
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
2005 NOMOR 41
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN
2005
TENTANG
STANDAR
NASIONAL PENDIDIKAN
I.
|
UMUM
|
|
Pada hakekatnya pendidikan dalam konteks pembangunan
nasional mempu-
|
||
nyai fungsi : (1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan
kesempatan, dan (3) pengem-bangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat memperkuat
keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberi
kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam
pembangunan, dan memungkinkan setiap warga negara untuk mengembangkan potensi
yang dimili-kinya secara optimal.
|
||
Sementara itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003
|
||
tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan dasar hukum
penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang
tersebut memuat visi, misi, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta
strategi pembangunan pendidikan nasional, untuk mewujudkan pendidikan yang
bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing dalam
kehidupan global.
|
||
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem
pendidikan sebagai pra-
|
||
nata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga negara
|
||
dikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara
Kesatuan Republik
|
||
Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional
tersebut di atas, reformasi
|
||
pendidikan meliputi hal-hal berikut :
|
||
Pertama; penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai
suatu proses pembuda-yaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidikan yang
memberikan keteladaan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan
potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya
pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma
pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik
dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada
paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta
didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka
membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak
mulia, berkepribadian, memiliki kecer-dasan, memiliki estetika, sehat jasmani
dan rohani, serta keterampilan yang dibu-tuhkan bagi dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
|
||
Kedua; adanya perubahan pandangan tentang peran manusia
dari paradigma manusia sebagai sumberdaya pembangunan, menjadi paradigma
manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu
membentuk manusia seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki
karakteristik personal yang memahami dinamika psikososial dan lingkungan
kultural. Proses pendidikan harus mencakup: (1) penumbuhkembangan keimanan,
ketakwaan; (2) pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi dan
kepribadian; (3) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) pengembangan,
penghayatan, apresiasi dan ekspresi seni;
serta (5) pembentukan manusia yang sehat jasmani dan rohani. Proses
pembentukan manusia di atas pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
|
||
Ketiga; adanya pandangan terhadap keberadaan peserta
didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial kulturalnya dan pada
gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat
mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi
intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu,
mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, yang berkenaan
dengan pemahaman dirinya dan lingkungan kulturalnya.
|
||
Keempat; Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan
misi pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh
setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi
kriteria dan kriteria minimal berbagai
|
aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan.
Dalam kaitan ini, kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan
pedoman untuk mewujudkan: (1) pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan
holistik; (2) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi
mendorong kreativitas, dan dialogis; (3) hasil pendidikan yang bermutu dan
terukur; (4) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan;
(5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya
potensi peserta didik secara optimal; (6) berkembangnya pengelolaan
pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan; dan (7) terlaksananya
evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu
pendidikan secara berkelanjutan.
|
||
Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional
pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan
pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan
pendidikan yang bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga
dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan
akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
|
||
Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal
tentang komponen pendi-dikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur
pendidikan untuk mengem-bangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan
karakteristik dan kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi
diatur seminimal mungkin untuk memberikan keleluasaan kepada masing-masing
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu
layanan pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka
otonomi perguruan tinggi. Demikian juga standar nasional pendidikan untuk
jalur pendidikan nonformal hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud
memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jalur
pendidikan nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur untuk
mengembangkan programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penyelenggaraan
pendidikan jalur informal yang sepenuh-nya menjadi kewenangan keluarga dan
masyarakat didorong dan diberikan kele-luasaan dalam mengembangkan program
pendidikannya sesuai dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. Oleh karena
itu, standar nasional pendidikan pada jalur pendidikan informal hanya
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan kompetensi peserta didik
saja.
|
||
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
|
Pasal 1
|
||
Cukup Jelas
|
||
Pasal 2
|
||
Cukup Jelas
|
Pasal 3
|
|||
Pendidikan nasional yang bermutu diarahkan untuk
pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
|
|||
Pasal 4
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 5
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 6
|
|||
Ayat (1)
|
|||
Yang dimaksud pendidikan umum meliputi SD/MI/paket A,
SMP/MTs/
Paket
B, dan SMA/MA/Paket C atau bentuk lain yang sederajat.
|
|||
Yang dimaksud pendidikan kejuruan meliputi SMK/MAK atau
bentuk lain yang sederajat.
|
|||
Yang dimaksud pendidikan khusus meliputi SDLB, SMPLB,
dan SMALB atau bentuk lain yang sederajat.
|
|||
Pelaksanaan semua kelompok mata pelajaran disesuaikan
dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
|
|||
Ayat (1) butir a
|
|||
Yang dimaksud dengan kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia termasuk di dalamnya muatan akhlak mulia yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
|
|||
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia
mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan
agama.
|
|||
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada
SD/MI/SDLB/
Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket
C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk pe-ningkatan
potensi spiritual. Peningkatan potensi spiritual dalam kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia mencakup penge-nalan, pemahaman, serta
pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif
kemasyarakat. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan
pada optimalisasi ber-
|
bagai potensi yang dimiliki manusia yang
aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makluk Tuhan.
|
|||
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
untuk MA atau bentuk lain yang sederajat, dapat dimasukkan dalam kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi.
|
|||
Ayat (1) butir b
|
|||
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian pada SD/
MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/
Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat
dimaksudkan un-
tuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan
kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta
peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
|
|||
Kesadaran dan wawasan dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan berne-gara mencakup upaya pendidikan untuk pembentukan pribadi
yang unggul secara individual, dan pembudayaan serta pembentukan masya-rakat
madani.
|
|||
Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan,
jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia,
kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender,
demokrasi tanggungjawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak,
dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme.
|
|||
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
serta Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada
SD/MI/SDLB/
Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket
C,
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat diamalkan
sehari-hari oleh peserta didik di dalam dan di luar sekolah, dengan contoh
pengamalan diberikan oleh setiap pendidik dalam interaksi sosialnya di dalam
dan luar sekolah, serta dikembangkan menjadi bagian dari budaya sekolah.
|
|||
Muatan bahasa mencakup antara lain penanaman
kemahiran berbahasa dan apresiasi terhadap karya sastra. Untuk menanamkan
apresiasi terha-dap karya sastra
|
|||
Ayat (1) butir c
|
|||
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada SD/MI/
Paket A atau bentuk lain yang sederajat
dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta
|
|||
menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku
ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B atau bentuk lain yang
sederajat dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan
teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan
mandiri.
|
|||
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahauan dan
teknologi pada SMK/
MAK atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan
untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi membentuk kompetensi
kecakapan, dan kemandirian kerja.
|
|||
Ayat (1) butir d
|
|||
Kelompok mata pelajaran estetika pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/
MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK,
atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan sensi-tifitas,
kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresikan dan kemampuan
mengapresiasi keindahan dan harmoni.
|
|||
Kemampuan mengapresiasi dan kemampuan
mengekspresikan keindah-
an serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi
baik dalam kehi-dupan individual sehingga mampu menikmati dan menyukuri
hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu mencip-takan
kebersamaan yang harmonis.
|
|||
Ayat (1) butir e
|
|||
Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan pada SD/
MI/SDLB/Paket A atau bentuk lain yang sederajat
dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportifitas dan
kesadaran hidup sehat.
|
|||
Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan pada SMP/
MTs/SMPLB/Paket B atau bentuk lain yang sederajat
dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sportifitas
dan kesadaran hidup sehat.
|
|||
Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan pada SMA/
MA/SMALB/Paket C atau bentuk lain yang sederajat
dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap
sportif, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat.
|
|||
Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan
perilaku hidup sehat yang bersifat individual maupun yang bersifat kolektif
kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan
narkoba, HIV/AIDS, deman berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang potensial
untuk mewabah.
|
|||
Ayat (2)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Ayat (3)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Ayat (4)
|
|||
Pelaksanaan pendidikan secara holistik dimaksudkan
bahwa proses pembelajaran antar kelompok mata pelajaran bersifat terpadu
dalam mencapai standar kompetensi yang ditetapkan.
|
|||
Ayat (5)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Ayat (6)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 7
|
|||
Ayat (1)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Ayat (2)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Ayat (3)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Ayat (4)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Ayat (5)
|
|||
Ilmu pengetahuan alam sekurang-kurangnya terdiri
atas fisika, kimia, dan biologi.
Ilmu pengetahuan sosial sekurang-kurangnya terdiri
atas ketatanegara-
an, ekonomika, sosiologi, antropologi, sejarah,
dan geografi.
|
|||
Ayat (6)
|
|||
Ilmu pengetahuan alam dipilih dari muatan dan/atau
kegiatan fisika, kimia, atau biologi yang disesuaikan dengan program kejuruan
masing-masing.
Ilmu pengetahuan sosial dipilih dari muatan
dan/atau kegiatan ketatane-
garaan, ekonomika, sejarah, sosiologi,
antropologi, atau geografi yang disesuaikan dengan program kejuruan
masing-masing.
|
|||
Ayat (7)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Ayat (8)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 9
|
|||
Ayat (1)
|
|||
Dalam mengembangkan kerangka dasar dan struktur
kurikulum, pergu-
ruan tinggi melibatkan asosiasi profesi, instansi
pemerintah terkait, dan kelompok ahli yang relevan, misalnya, di bidang
kedokteran melibatkan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang
kesehatan dan Konsil Kedokteran
|
|||
Ayat (2)
|
|||
Pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan
bahasa hanya dia-
jarkan pada program sarjana dan diploma.
|
|||
Ayat (3)
|
|||
Mata kuliah statistika dan matematika dimaksudkan
untuk memberikan dasar-dasar pemahaman dan penerapan metode kuantitatif yang
pelaksanakannya disesuaikan dengan kebutuhan program studi yang bersangkutan.
|
|||
Untuk program studi tertentu mata kuliah
matematika dapat diganti dengan mata kuliah logika.
|
|||
Ayat (4)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 10
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 11
|
|||
Ayat (1)
|
|||
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memfasilitasi
satuan pendidikan yang berupaya menerapkan sistem satuan kredit semester
karena sistem ini lebih mengakomodasikan bakat, minat, dan kemampuan peserta
didik. Dengan diperlakukannya sistem ini maka satuan pendidikan tidak perlu
mengadakan program pengayaan karena sudah tercakup (built in) dalam sistem
ini.
|
|||
Ayat (2) dan Ayat (3)
|
|||
Dengan diberlakukannya Standar Nasional
Pendidikan, maka Pemerin-
tah memiliki kepentingan untuk memetakan
sekolah/madrasah menjadi sekolah/madrasah yang sudah atau hampir memenuhi
Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar
Nasional Pendidikan . Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah mengka-
|
|||
tegorikan sekolah/madrasah yang telah memenuhi
atau hampir meme-nuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri,
dan seko-lah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke
dalam kategori standar. Berbagai upaya ditempuh agar alokasi sumber-daya
Pemerintah dan Pemerintah Daerah diprioritaskan untuk mem-bantu sekolah/madrasah
yang masih dalam kategori standar untuk bisa meningkatkan diri menuju
kategori mandiri. Terhadap sekolah/madra-sah yang telah masuk dalam kategori
mandiri, Pemerintah mendorong-nya untuk secara bertahap mencapai taraf
internasional. Terkait dengan penuntasan wajib belajar, Pemerintah tetap
berkomitmen untuk mendu-kung penyelenggaraan wajib belajar sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Sisdiknas terlepas dari apakah sekolah/madrasah
termasuk da-lam kategori mandiri atau standar.
|
|||
Pemerintah mendorong dan memfasilitasi
diberlakukannya sistem satu-an kredit semester (SKS) karena kelebihan sistem
ini sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan ayat (1).
Terkait dengan itu SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain
yang sederajat, dan SMA/MA/SMLB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat
dapat menerapkan sistem SKS. Khusus untuk SMA/MA/SMLB, SMK/-MAK, atau bentuk
lain yang sederajat yang berkategori mandiri harus menerapkan sistem SKS jika
menghendaki tetap berada pada kategori mandiri.
|
|||
Ayat (4)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 12
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 13
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 14
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 15
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 16
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 17
|
|||
Cukup Jelas.
|
Pasal 18
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Untuk pendidikan tinggi kalender pendidikan
disebut kalender aka-demik.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 19
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 20
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 21
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 22
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Penilaian hasil pembelajaran mencakup aspek
kognitif, psikomotorik, dan/atau afektif sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Ketentuan pada ayat ini tidak menutup kemungkinan
penggunaan teknik penilaian yang lain sesuai dengan karakteristik hasil
pembelajaran dan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Observasi dimaksudkan untuk mengukur perubahan
sikap dan perilaku peserta didik sebagai indikasi dari keberhasilan
pembelajaran dalam aspek afektif dan psikomotorik.
|
||||
Pasal 23
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 24
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 25
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 26
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 27
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Standar kompetensi lulusan pendidikan tinggi
dikembangkan oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai dengan karakteristik
program studi akademik, vokasi dan profesi.
|
||||
Pasal 28
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Yang dimaksud dengan pendidik pada ketentuan ini
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi dan berkompetensi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruk-tur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
|
||||
Yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen
pembelajaran (learning agent) pada ketentuan ini adalah peran pendidik antara
lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar
bagi peserta didik.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Butir a :
|
||||
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah
kemam-puan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pema-haman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimi-likinya.
|
||||
Butir b :
|
||||
Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemam-puan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwiba-wa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan beraklak mulia.
|
||||
Butir c :
|
||||
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah
kemam-puan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
|
||||
Butir d :
|
||||
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
kemampuan pendidikan sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
|
||||
Ayat (4)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (5)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 29
|
||||
Standar kualifikasi pendidik sebagaimana diatur
dalam pasal ini diterapkan secara bertahap. BSNP menetapkan pentahapannya
untuk masing-masing jenjang pendidikan. Dalam menetapkan pentahapan tersebut
BNSP mem-perhatikan pertimbangan dari Menteri.
|
||||
Pasal 30
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 31
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 32
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 33
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 34
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 35
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 36
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 37
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 38
|
||||
Cukup Jelas.
|
Pasal 39
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 40
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 41
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 42
|
|||
Ayat (1)
|
|||
Yang dimaksud dengan sumber belajar lainnya antara
lain journal, majalah, artikel, website,
dan compact disk.
|
|||
Ayat (2)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 43
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 44
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 45
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 46
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 47
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 48
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 49
|
|||
Ayat (1)
|
|||
Pengelolaan satuan pendidikan meliputi perencanaan
program, penyu-sunan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kegiatan
pembelajaran, pendayagunaan pendidikan dan tenaga kependidikan, pengelolaan
sarana dan prasarana pendidikan, penilaian hasil belajar, dan penga-wasan.
|
|||
Pasal 53
|
|||
Ayat (1)
|
|||
Cukup Jelas.
|
Ayat (2)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 50
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 51
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Anggota Dewan Pendidik terdiri atas para pimpinan
satuan pendidikan dan semua pendidik tetap.
Pimpinan satuan pendidikan terdiri atas kepala
sekolah/madrasah dan wakil kepala sekolah.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat maka
dewan pendidik dan/atau komite sekolah/madrasah menyerahkan pengambilan kepu-tusan
yang bersangkutan kepada lembaga berwenang diatasnya. Dalam hal
sekolah/madrasah yang bersangkutan merupakan satuan pendidikan negeri, maka
lembaga yang berwenang adalah dinas kabupaten/kota. Dalam hal
sekolah/madrasah yang bersangkutan merupakan satuan pendidikan swasta, maka
lembaga yang berwenang adalah badan hukum yang menjadi penyelenggara satuan
pendidikan dimaksud.
|
||||
Pasal 52
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 53
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Cukup Jelas
|
||||
Ayat (2)
|
||||
butir a :
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
butir b :
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
butir c :
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
butir d :
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
butir e :
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
butir f :
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
butir g :
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
butir h :
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
butir i :
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
butir j :
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
butir k :
|
||||
RAPBS harus bersifat komprehensif yang meliputi
sumber dan alokasi penggunaan biaya untuk satu tahun yang secara akuntabel
dan transparan diketahui oleh orang tua/wali peserta didik.
|
||||
butir 1 :
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (4)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 54
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 55
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 56
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 57
|
||||
Yang dimaksud dengan supervisi manajerial meliputi
aspek pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan supervisi akademik meliputi
aspek aspek pelaksanaan proses pembelajaran.
|
||||
Pasal 58
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (4)
|
||||
Yang dimaksud dengan pihak terkait antara lain
perangkat daerah atau instansi yang menangani urusan pendidikan di
kabupaten/kota.
|
||||
Ayat (5)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (6)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (7)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (8)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 59
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 60
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 61
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 62
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Yang termasuk biaya personal peserta didik antara
lain pakaian, tran-spor, buku pribadi, konsumsi akomodasi dan biaya pribadi
lainnya.
|
||||
Ayat (4)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (5)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 64
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 65
|
||||
Cukup Jelas.
|
Pasal 66
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Ujian nasional mengukur kompetensi peserta didik
dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka
menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan oleh peserta didik, satuan
pendidikan, dan/atau program pendidikan.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Hasil ujian nasional dapat dibandingkan baik antar
satuan pendidikan, antara daerah, maupun antar waktu untuk pemetaan mutu
pendidikan secara nasional.
|
||||
Pasal 67
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
BSNP melakukan evaluasi penyelenggaraan ujian
nasional dan dapat mengusulkan hal-hal yang perlu diatur dalam Peraturan
Menteri.
|
||||
Pasal 68
|
||||
Butir a
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Butir b
|
||||
Hasil ujian nasional dijadikan sebagai salah satu
dasar seleksi untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Satuan
pendidikan dapat melakukan seleksi dengan menggunakan instrumen seleksi yang
materinya tidak diujikan dalam Ujian Nasional, misalnya tes bakat skolastik,
tes intelegensi, tes minat, tes bakat, tes kesehatan, atau tes lainnya sesuai
dengan Kriteria pada satuan pendidikan tersebut.
|
||||
Butir c
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Butir d
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 69
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (4)
|
||||
a.
|
Identitas peserta didik;
|
|||
b.
|
Pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan
telah menem- puh Ujian Nasional;
|
|||
c.
|
Tanggal dan satuan pendidikan di mana Ujian
Nasional telah ditempuh oleh peserta didik;
|
|||
d.
|
Nilai Ujian Nasional untuk setiap mata pelajaran
yang diujikan; dan
|
|||
e.
|
Status kelulusan Ujian Nasional, untuk jenjang
SMP/SMPLB/ MTs atau bentuk lain yang sederajat, SMA/SMALB/MA atau bentuk lain
yang sederajat, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat.
|
|||
Pasal 70
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 71
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Pasal 72
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Cukup Jelas.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Dalam mengembangkan kriteria kelulusan, BSNP
mempertimbangkan keragaman mutu pendidikan secara nasional dan/atau tolok
ukur (bench-mark) yang bersifat regional maupun internasional.
|
||||
Kriteria kelulusan peserta didik yang dikembangkan
oleh BSNP tidak menghambat penuntasan program wajib belajar.
|
||||
Pasal 73
|
||||
Cukup Jelas.
|
Pasal 74
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 75
|
|||
Ayat (1)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Ayat (2)
|
|||
Menteri menunjuk pejabat yang bertanggungjawab
sebagai ketua sekre-tariat BSNP yang melaksanakan pengelolaan ketenagaan,
sarana dan prasarana, serta administrasi dan keuangan untuk dapat mendukung
pelaksanaan tugas BSNP sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
|
|||
Ayat (3)
|
|||
Penunjukan tim ahli didasarkan atas keahlian yang
relevan dengan bi-dang yang dikembangkan yang berasal dari asosiasi profesi
tenaga ahli yang direkomendasikan oleh instansi pemerintah terkait dan
lainnya. Misalnya, pengembangan kompetensi lulusan SMK di bidang pelayaran
melibatkan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang
perhubungan; pengembangan kompetensi lulusan SMK di bidang pariwisata
melibatkan ahli dari Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan
asosiasi jasa travel; pengembangan kompetensi lulusan SMK di bidang kesehatan
melibatkan unsur profesi bidang kesehatan dan departemen yang menangani
urusan pemerintahan di bidang kese-hatan.
|
|||
Pasal 76
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 77
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 78
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 79
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 80
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 81
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 82
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 83
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 84
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 85
|
|||
Ayat (1)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Ayat (2)
|
|||
Contoh dari kelompok masyarakat yang memiliki
kompetensi tersebut adalah organisasi profesi berbadan hukum yang diakui oleh
Pemerintah.
|
|||
Ayat (3)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 87
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 88
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 89
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 90
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 91
|
|||
Ayat (1)
|
|||
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong dan
membantu satuan pendidikan formal dalam melakukan penjaminan mutu (quality
assu-rance) agar memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan,
sehingga dapat dikategorikan ke dalam kategori mandiri.
|
|||
Bantuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah kepada
satuan pendidikan dalam penjaminan mutu lebih diprioritaskan pada satuan
pendidikan formal dan nonformal yang menyelenggarakan program wajib belajar
dan satuan pendidikan formal yang masih berada pada kategori standar.
|
|||
Dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke
arah pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan
pendidikan tertentu yang berbasis keunggulan lokal.
|
|||
Dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke
arah pendidikan yang berdaya saing pada tingkat global, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah memberikan perhatian khusus pada satuan pendidikan tertentu
yang berkategori mandiri dan berorientasi untuk bertaraf internasional.
|
|||
Ayat (2)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Ayat (3)
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 92
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 93
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 94
|
|||
Butir a:
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Butir b:
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Butir c:
|
|||
Sebelum standar kualifikasi akademik berlaku
efektif, BSNP mengem-bangkan standar antara yang secara bertahap menuju
pencapaian standar kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada Pasal 29
Peraturan Pemerintah ini.
|
|||
Butir d:
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Butir e:
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 95
|
|||
Cukup Jelas.
|
|||
Pasal 96
|
|||
Cukup Jelas.
|
Pasal 97
|
||
Cukup Jelas.
|
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4496
No comments:
Post a Comment